Hany (new)
Kisahku yang satu ini kejadiannya sudah cukup lama, waktu aku masih kelas tiga
SMU, umurku juga masih 18 tahun ketika itu. Sejak aku menyerahkan tubuhku pada
Tohir, sopirku, dia sering memintaku melakukannya lagi setiap kali ada kesempatan,
bahkan terkadang aku dipaksanya melayani nafsunya yang besar itu.
Ketika di mobil dengannya tidak jarang dia suruh aku mengoralnya, kalaupun tidak,
minimal dia mengelus-elus paha mulusku atau meremas dadaku. Pernah malah
ketika kedua orang tuaku keluar kota dia ajak aku tidur bersamanya di kamarku.
Memang di depan orang tuaku dia bersikap padaku sebagaimana sopir terhadap
majikannya, namun begitu jauh dari mereka keadaan menjadi berbalik akulah yang
harus melayaninya. Mulanya sih aku memang agak kesal karena sikapnya yang agak
kelewatan itu, tapi di lain pihak aku justru menikmatinya.
Tepatnya dua minggu sebelum ebtanas, aku sedang belajar sambil selonjoran
bersandar di ujung ranjangku. Ketika itu waktu sudah menunjukkan pukul 23.47,
suasananya hening sekali pas untuk menghafal. Tiba-tiba konsentrasiku terputus
oleh suara ketukan di pintu. Kupikir itu Mamaku yang ingin menengokku, tapi ketika
pintu kubuka, jreenngg.. Aku tersentak kaget, si Tohir ternyata.
"Ih, ngapain sih Bang malam-malam gini, kalau keliatan Papa Mama kan gawat
tahu"
"Anu Non, nggak bisa tidur nih.. Mikirin Non terus sih, bisa nggak Non sekarang..
Sudah tiga hari nih?" katanya dengan mata menatapi tubuhku yang terbungkus gaun
tidur pink.
"Aahh.. Sudah ah Bang, saya kan harus belajar sudah mau ujian, nggak mau
sekarang ah!" omelku sambil menutup pintu.
Namun sebelum pintu tertutup dia menahannya dengan kaki, lalu menyelinap masuk
dan baru menutup pintu itu dan menguncinya.
"Tenang saja Non, semua sudah tidur dari tadi kok, tinggal kita duaan saja" katanya
menyeringai.
"Jangan ngelunjak Bang.. Sana cepet keluar!" hardikku dengan telunjuk mengarah
ke pintu.
Bukannya menuruti perintahku dia malah melangkah mendekatiku, tatapan matanya
tajam seolah menelanjangiku.
"Bang Tohir.. Saya bilang keluar.. Jangan maksa!" bentakku lagi.
"Ayolah Non, cuma sebentar saja kok.. Abang sudah kebelet nih, lagian masa Non
nggak capek belakangan ini belajar melulu sih" ucapnya sambil terus mendekat.
Aku terus mundur selangkah demi selangkah menghindarinya, jantungku semakin
berdebar-debar seperti mau diperkosa saja rasanya. Akhirnya kakiku terpojok oleh
tepi ranjangku hingga aku jatuh terduduk di sana. Kesempatan ini tidak disia-siakan
sopirku, dia langsung menerkam dan menindih tubuhku. Aku menjerit tertahan dan
meronta-ronta dalam himpitannya. Namun sepertinya reaksiku malah membuatnya
semakin bernafsu, dia tertawa-tawa sambil menggerayangi tubuhku. Aku
menggeleng kepalaku kesana kemari saat dia hendak menciumku dan menggunakan
tanganku untuk menahan laju wajahnya.
"Mmhh.. Jangan Bang.. Citra nggak mau!" mohonku.
Aneh memang, sebenarnya aku bisa saja berteriak minta tolong, tapi kenapa tidak
kulakukan, mungkin aku mulai menikmatinya karena perlakuan seperti ini bukanlah
pertama kalinya bagiku, selain itu aku juga tidak ingin ortuku mengetahui skandal-
skandalku. Breett.. Gaun tidurku robek sedikit di bagian leher karena masih
memberontak waktu dia memaksa membukanya. Dia telah berhasil memegangi
kedua lenganku dan direntangkannya ke atas kepalaku. Aku sudah benar-benar
terkunci, hanya bisa menggelengkan kepalaku, itupun dengan mudah diatasinya,
bibirnya yang tebal itu sekarang menempel di bibirku, aku bisa merasakan kumis
pendek yang kasar menggesek sekitar bibirku juga deru nafasnya pada wajahku.
Kecapaian dan kalah tenaga membuat rontaanku melemah, mau tidak mau aku
harus mengikuti nafsunya. Dia merangsangku dengan mengulum bibirku, mataku
terpejam menikmati cumbuannya, lidahnya terus mendorong-dorong memaksa ingin
masuk ke mulutku. Mulutku pun pelan-pelan mulai terbuka membiarkan lidahnya
masuk dan bermain di dalamnya, lidahku secara refleks beradu karena dia selalu
menyentil-nyentil lidahku seakan mengajaknya ikut menari. Suara desahan tertahan,
deru nafas dan kecipak ludah terdengar jelas olehku.
Mataku yang terpejam terbuka ketika kurasakan tangan kasarnya mengelusi paha
mulusku, dan terus mengelus menuju pangkal paha. Jarinya menekan-nekan liang
vaginaku dan mengusap-ngusap belahan bibirnya dari luar. Birahiku naik dengan
cepatnya, terpancar dari nafasku yang makin tak teratur dan vaginaku yang mulai
becek. Tangannya sudah menyusup ke balik celana dalamku, jari-jarinya mengusap-
usap permukaannya dan menemukan klitorisku, benda seperti kacang itu dipencet-
pencet dan digesekkan dengan jarinya membuatku menggelinjang dan merem-
melek menahan geli bercampur nikmat, terlebih lagi jari-jari lainnya menyusup dan
menyetuh dinding-dinding dalam liang itu.
"Ooohh.. Non Citra jadi tambah cantik saja kalau lagi konak gini!" ucapnya sambil
menatapi wajahku yang merona merah dengan matanya yang sayu karena sudah
terangsang berat.
Lalu dia tarik keluar tangannya dari celana dalamku, jari-jarinya belepotan cairan
bening dari vaginaku.
"Non cepet banget basahnya ya, lihat nih becek gini" katanya memperlihatkan
jarinya yang basah di depan wajahku yang lalu dijilatinya.
Kemudian dengan tangan yang satunya dia sibakkan gaun tidurku sehingga
payudaraku bugil yang tidak memakai bra terbuka tanpa terhalang apapun. Matanya
melotot mengamat-ngamati dan mengelus payudaraku yang berukuran 34B, dengan
puting kemerahan serta kulitnya yang putih mulus. Teman-teman cowokku bilang,
bahwa bentuk dan ukuran payudaraku ideal untuk orang Asia, kencang dan tegak
seperti punya artis bokep Jepang, bukan seperti punya bule yang terkadang oversize
dan turun ke bawah.
"Nnngghh.. Bang" desahku dengan mendongak ke belakang merasakan mulutnya
memagut payudaraku yang menggemaskan itu.
Mulutnya menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingnya. Sesekali aku bergidik
keenakan kalau kumis pendeknya menggesek putingku yang sensitif. Tangan lainnya
turut bekerja pada payudaraku yang sebelah dengan melakukan pijatan atau
memainkan putingnya sehingga kurasakan kedua benda sensitif itu semakin
mengeras. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan meremasi rambutnya yang
sedang menyusu.
Puas menyusu dariku, mulutnya perlahan-lahan turun mencium dan menjilati
perutku yang rata dan terus berlanjut makin ke bawah sambil tangannya
menurunkan celana dalamku. Sambil memeloroti dia mengelusi paha mulusku. Cd
itu akhirnya lepas melalui kaki kananku yang dia angkat, setelah itu dia mengulum
sejenak jempol kakiku dan juga menjilati kakiku. Darahku semakin bergolak oleh
permainannya yang erotis itu. Selanjutnya dia mengangkat kedua kakiku ke
bahunya, badanku setengah terangkat dengan selangkangan menghadap ke atas.
Aku pasrah saja mengikuti posisi yang dia inginkan, pokoknya aku ingin
menuntaskan birahiku ini. Tanpa membuang waktu lagi dia melumat kemaluanku
dengan rakusnya, lidahnya menyapu seluruh pelosok vaginaku dari bibirnya,
klitorisnya, hingga ke dinding di dalamnya, anusku pun tidak luput dari jilatannya.
Lidahnya disentil-sentilkan pada klitorisku memberikan sensasi yang luar biasa pada
daerah itu. Aku benar-benar tak terkontrol dibuatnya, mataku merem-melek dan
berkunang-kunang, syaraf-syaraf vaginaku mengirimkan rangsangan ini ke seluruh
tubuh yang membuatku serasa menggigil.
"Ah.. Aahh.. Bang.. Nngghh.. Terus!" erangku lebih panjang di puncak kenikmatan,
aku meremasi payudaraku sendiri sebagai ekspresi rasa nikmat
Tohir terus menyedot cairan yang keluar dari sana dengan lahapnya. Tubuhku jadi
bergetar seperti mau meledak. Kedua belah pahaku semakin erat mengapit
kepalanya. Setelah puas menyantap hidangan pembuka berupa cairan cintaku,
barulah dia turunkan kakiku. Aku sempat beristirahat dengan menunggunya
membuka baju, tapi itu tidak lama. Setelah dia membuka baju, dia buka juga
dasterku yang sudah tersingkap, kami berdua kini telanjang bulat.
Dia membentangkan kedua pahaku dan mengambil posisi berlutut di antaranya.
Bibir vaginaku jadi ikut terbuka memancarkan warna merah merekah diantara bulu-
bulu hitamnya, siap untuk menyambut yang akan memasukinya. Namun Tohir tidak
langsung mencoblosnya, terlebih dulu dia gesek-gesekkan penisnya yang besar itu
pada bibirnya untuk memancing birahiku agar naik lagi. Karena sudah tidak sabar
ingin segera dicoblos, aku meraih batang itu, keras sekali benda itu waktu
kugenggam, panjang dan berurat lagi.
"Aaakkhh..!" erangku lirih sambil mengepalkan tangan erat-erat saat penisnya
melesak masuk ke dalamku
"Aauuhh..!" aku menjerit lebih keras dengan tubuh berkelejotan karena hentakan
kerasnya hingga penis itu tertancap seluruhnya pada vaginaku.
Untung saja kamar Papa Mamaku di lantai dasar dan letaknya cukup jauh dari
kamarku, kalau tidak tentu suara-suara aneh di kamarku pasti terdengar oleh
mereka, bagaimanapun sopirku ini termasuk nekad berani melakukannya di saat dan
tempat seperti ini, tapi justru disinilah sensasinya ngeseks di tempat yang
'berbahaya'. Dengan gerakan perlahan dia menarik penisnya lalu ditekan ke dalam
lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan lorong sempit
yang bergerinjal-gerinjal itu. Aku ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot
vaginaku mengimbangi sodokannya. Responku membuatnya semakin menggila,
penisnya semakin lama menyodok semakin kasar saja, kedua gunungku jadi ikut
terguncang-guncang dengan kencang.
Kuperhatikan selama menggenjotku otot-otot tubuhnya mengeras, tubuhnya yang
hitam kekar bercucuran keringat, sungguh macho sekali, pria sejati yang memberiku
kenikmatan sejati. Suara desahanku bercampur baur dengan erangan jantannya dan
derit ranjang. Butir-butir keringat nampak di sejukur tubuhku seperti embun,
walaupun ruangan ini ber-ac tapi aku merasa panas sekali.
"Uugghh.. Non Citra.. Sayang.. Kamu emang uenak tenan.. Oohh.. Non cewek paling
cantik yang pernah abang entotin" Tohir memgumam tak karuan di tengah
aktivitasnya.
Dia menurunkan tubuhnya hingga menindihku, kusambut dengan pelukan erat,
kedua tungkaiku kulingkarkan di pinggangnya. Dia mendekatkan mulutnya ke leher
jenjangku dan memagutnya. Sementara di bawah sana penisnya makin gencar
mengaduk-aduk vaginaku, diselingi gerakan berputar yang membuatku serasa
diaduk-aduk. Tubuh kami sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, akupun
semakin erat memeluknya. Aku merintih makin tak karuan menyambut klimaks yang
sudah mendekat bagaikan ombak besar yang akan menghantam pesisir pantai.
Namun begitu sudah di ambang klimaks, dia menurunkan frekuensi genjotannya.
Tanpa melepaskan penisnya, dia bangkit mendudukkan dirinya, maka otomatis aku
sekarang diatas pangkuannya. Dengan posisi ini penisnya menancap lebih dalam
pada vaginaku, semakin terasa juga otot dan uratnya yang seperti akar beringin itu
menggesek dinding kemaluanku. Kembali aku menggoyangkan badanku, kini dengan
gerakan naik-turun. Dia merem-melek keenakan dengan perlakuanku, mulutnya
sibuk melumat payudaraku kiri dan kanan secara bergantian membuat kedua benda
itu penuh bekas gigitan dan air liur. Tangannya terus menjelajahi lekuk-lekuk
tubuhku, mengelusi punggung, pantat, dan paha.
Tak lama kemudian aku kembali mendekati orgasme, maka kupercepat goyanganku
dan mempererat pelukanku. Hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana tubuhku
mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur lalu disusul
erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari vaginaku. Saat itu dia gigit
putingku dengan cukup keras sehingga gelinjangku makin tak karuan oleh rasa perih
bercampur nikmat. Ketika gelombang itu berangsur-angsur berlalu, goyanganku pun
makin mereda, tubuhku seperti mati rasa dan roboh ke belakang tapi ditopang
dengan lengannya yang kokoh.
Dia membiarkanku berbaring mengumpulkan tenaga sebentar, diambilnya tempat
minum di atas meja kecil sebelah ranjangku dan disodorkan ke mulutku. Beberapa
teguk air membuatku lebih enakan dan tenagaku mulai pulih berangsur-angsur.
"Sudah segar lagi kan Non? Kita terusin lagi yuk!" sahut Tohir senyum-senyum
sambil mulai menggerayangi tubuhku kembali.
"Habis ini sudahan yah, takut ketahuan nih," kataku.
Kali ini tubuhku dibalikkan dalam posisi menungging, kemudian dia mulai menciumi
pantatku. Lidahnya menelusuri vagina dan anusku memberiku sensasi geli.
Kemudian aku merasa dia meludahi bagian duburku, ya ketika kulihat ke belakang
dia memang sedang membuang ludahnya beberapa kali ke daerah itu, lalu digosok-
gosokkan dengan jarinya. Oh.. Jangan-jangan dia mau main sodomi, aku sudah
lemas dulu membayangkan rasa sakitnya ditusuk benda sebesar itu pada daerah situ
padahal dia belum juga menusuk. Pertama kali aku melakukan anal sex dengan
temanku yang penisnya tidak sebesar Tohir saja sudah sakit banget, apalagi yang
sebesar ini, aduh bisa mampus gua pikirku.
Benar saja yang kutakutkan, setelah melicinkan daerah itu dia bangkit dengan
tangan kanan membimbing penisnya dan tangan kiri membuka anusku. Aku meronta
ingin menolak tapi segera dipegangi olehnya.
"Jangan Bang.. Jangan disitu, sakit!" mohonku setengah meronta.
"Tenang Non, nikmati saja dulu, ntar juga enak kok" katanya dengan santai.
Aku merintih sambil menggigit guling menahan rasa perih akibat tusukan benda
tumpul pada duburku yang lebih sempit dari vaginaku. Air mataku saja sampai
meleleh keluar.
"Aduuhh.. Sudah dong Bang.. Citra nggak tahan" rintihku yang tidak dihiraukannya.
"Uuhh.. Sempit banget nih" dia mengomentariku dengan wajah meringis menahan
nikmat.
Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya mentok juga penisnya. Dia
diamkan sebentar penisnya disana untuk beradaptasi sekalian menikmati jepitannya.
Kesempatan ini juga kupakai untuk membiasakan diri dan mengambil nafas.
Aku menjerit kecil saat dia mulai menghujamkan penisnya. Secara bertahap
sodokannya bertambah kencang dan kasar sehingga tubuhku pun ikut terhentak-hentak. Tangannya meraih kedua payudaraku dan diremas-remasnya dengan brutal. Keringat dan air mataku bercucuran akibat sensasi nikmat di tengah-tengah rasa perih dan ngilu, aku
menangis bukan karena sedih, juga bukan karena benci, tapi karena rasa sakit bercampur nikmat. Rasa sakit itu kurasakan terutama pada dubur dan payudara, aku mengaduh setiap kali dia mengirim hentakan dan remasan keras, namun aku juga tidak rela dia menyudahinya.Terkadang aku harus menggigit bibir atau bantal untuk meredam jeritanku agar tidak keluar sampai kebawah sana. Akhirnya ada sesuatu perasaan nikmat mengaliri tubuhku yang kuekspresikan dengan erangan panjang, ya aku mengalami orgasme
panjang dengan cara kasar seperti ini, tubuhku menegang beberapa saat lamanya
hingga akhirnya lemas seperti tak bertulang. Tohir sendiri menyusulku tak lama kemudian, dia menggeram dan makin mempercepat genjotannya. Kemudian dengan nafas masih
memburu dia mencabut penisnya dariku dan membalikkan tubuhku. Spermanya muncrat dengan derasnya dan berceceran di sekujur dada dan perutku, hangat dan kental dengan baunya yang khas.
Tubuh kami tergolek lemas bersebelahan. Aku memejamkan mata dan mengatur
nafas sambil merenungkan dalam-dalam kegilaan yang baru saja kami lakukan, sebuah hubungan terlarang antara seorang gadis dari keluarga kaya dan terpelajar yang cantik dan
terawat dengan sopirnya sendiri yang kasar dan berbeda kelas sosial. Hari-hari berikutnya aku jadi semakin kecanduan seks, terutama seks liar seperti ini, dimana tubuhku dipakai orang-orang kasar seperti
Tohir, dari situlah aku merasakan sensasinya. Sebenarnya aku pernah ingin berhenti, tetapi aku tidak bisa meredam libidoku yang tinggi, jadi ya kujalani saja apa adanya. Untuk mengimbanginya aku rutin merawat diriku sendiri dengan fitness, olahraga, mandi
susu, sauna, juga mengecek jadwal suburku secara teratur. Dua bulan ke depan Tohir terus memperlakukanku seperti budak seksnya sampai akhirnya dia mengundurkan diri
untuk menemani istrinya yang menjadi TKW di Timur Tengah. Lega juga aku bisa
lepas dari cengkeramannya, tapi terkadang aku merasa rindu akan keperkasaannya, dan hal inilah yang mendorongku untuk mencoba berbagai jenis penis hingga kini.
>>>>>>>>>>TAMAT<<<<<<<<<<
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar