PENGALAMANKU...
Perkenalkan dulu, namaku Nina. Kisah ini kutulis untuk Pembaca. Maaf barangkali
kisah ini tidak tersampaikan dalam bahasa yang bagus, karena aku tidak mempunyai
pengalaman sedikitpun dalam hal tulis-menulis dan olah kata.
Sampai aku lulus SMA. Pada saat itu aku dilamar seorang pria yang masih ada ikatan
saudara, sebut saja Mas Wira. Orangnya ganteng dan orangtuanya cukup kaya. Aku
waktu itu baru berusia 19 tahun. Sebenarnya memang aku sudah naksir sama Mas
Wira. Maka waktu aku dilamar, walaupun masih sangat muda, aku sih mau saja.
Kupikir walaupun sekolah terus, toh nanti juga akan di rumah mengurus keluarga,
karena Mas Wira tidak mengizinkan aku bekerja. Kasihan anak-anak katanya. Tentu
saja yang paling penting, bagaimana setelah kami dikawinkan dan mengarungi hidup
ini bersama Mas Wira.
Beberapa bulan sebelum perkawinan kami, dalam masa pacaranku yang singkat, aku
mendapatkan pengalaman mengenai penis laki-laki. Pada hari libur aku dan Mas
Wira sering berpergian berdua dengan sepeda motor. Tetapi pacaran kami yang
nyerempet-nyerempet bahaya justru terjadi di rumah Mas Wira. Ciuman pertama
berlangsung di gedung bioskop, waktu nonton berdua. Itupun belum dapat dinikmati
betul. Tapi karena pertama kali rasanya luar biasa. Kalau untuk ukuran jaman
sekarang, ciuman di bioskop itu rasanya lucu dan hambar. Kurang nafsu. Setelah
menjadi suami istri aku sering diledek oleh suamiku mengingat ciuman di bioskop
itu. Pertama kali aku melihat kemaluan laki-laki adalah punya Mas Wira. Hal itu
terjadi waktu aku hanya berdua di rumah Mas Wira. Kami berdua ditinggal
kondangan oleh orang tua Mas Wira. Kami berciuman sepuasnya dan Mas Wira
meremas-remas buah dadaku dengan penuh nafsu. Karena nafsu semakin naik, Mas
Wira sampai merogoh kemaluanku. Aduh rasanya takut-takut nikmat. Celana
dalamku dipelorotkan sampai ke pahaku.
"Nin kamu pengin lihat punyaku nggak?" tanya Mas Wira. Aku diam saja, rasanya
takut dan malu sekali. Tapi Mas Wira langsung membuka sarungnya dan melorotkan
celana dalamnya. Aku kaget juga melihat penis Mas Wira yang tegang tegak berdiri.
Kepalanya 'mbendol,' dan aku jadi teringat waktu aku melihat penis kuda waktu aku
masih kecil. Kelihatan urat-uratnya menonjol di kiri-kanan batang penisnya.
Tanganku dituntun Mas Wira untuk memegangnya. Aku segera menggenggamnya
dan memijit-mijitnya. Aduuh, rasanya berdebar-debar sekali. Aku betul-betul telah
memegang dan menggenggam penis laki-laki. Aku mengelus-elus kepalanya. Mas
Wira menggeliat dan mendesis, "Aduuh geli... Nin", katanya. Saat itu kami hanya
sampai memegang-megang saja. Kami belum berani bertindak lebih jauh. Itupun
malam harinya aku teringat-ingat penis Mas Wira yang tegang dan besar. Apakah
nanti muat kalau masuk ke vaginaku? Dan ini aku ketahui pada malam pengantin
kami. Setelah pesta selesai dan saudara-saudara telah pulang, baru terasa betul bahwa
kami sangat capai dan mengantuk. Kami berdua masuk kamar pengantin kami.
Karena sudah suami-isteri rasanya justru tidak malah santai dan tidak tergesa-gesa,
tidak begitu menggebu-gebu untuk mulai bercumbu. Kami ganti pakaian, aku pakai
daster dan Mas Wira pakai sarung dan kaos oblong. Kami berhadapan dan berciuman
dengan mesra, saling meraba dan membelai. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu
dasterku telah terlepas, celana dalamku telah lepas pula, BH-ku telah jatuh. Mas
Wira membuka sarung, celana dalam dan kaos oblongnya. Telanjang bulat berdua.
Mas Wira sudah nafsu sekali. Aku dibaringkannya di kasur. Mas Wira menciumi
seluruh wajah dan badanku dari atas sampai bawah. Tangannya berhenti di
vaginaku, dielus, dibelai dikilik-kiliknya kelentitku. Liangku sudah basah. Tidak kalah
semangat, penis Mas Wira kugenggam kuat-kuat dan kuelus-elus kepalanya. Mas
Wira mulai menindihku, menciumiku. Ternyata berat juga!
"Sekarang, ya Nin." Aku mengangguk. Kakiku aku kangkangkan, tangan Mas Wira
memegang penisnya diarahkan ke vaginaku. Tangannya menuntun tanganku
memegang penisnya. "Tolong dipaskan ke lubangnya Nin", kata Mas Wira serak. Aku
paskan kepala penisnya ke lubang vaginaku. Mas Wira menekan, nekan lagi, nekan
lagi nggak masuk-masuk juga. Aku semakin takut, nafsuku justru menurun. Mas
Wira membasahi kepala penisnya dengan ludahnya. Aku paskan lagi ke lubangku.
Ditekannya, dan blees masuk kepalanya. Aku menjerit lirih. "Sakiit ya Nin. Sakit
yaa", bisik Mas Wira. Aku mengangguk. Ya Ampun penis Mas Wira baru masuk
sepertiganya. Rasanya perih dan mengganjel sekali di liang vaginaku. Mas Wira
menekan masuk lebih dalam, seret sekali. Nampaknya ludah Mas Wira hanya
membasahi kepalanya saja, sehingga batangnya tetap kering. Kalau penisnya
digerakkan rasanya sakit. Aku takut sekali. Kalau nanti sakit terus, lalu nanti
gimana? Akhirnya aku menangis. Mas Wira kaget. Dicabutnya penisnya pelan-pelan
dan aku diciuminya, "Aduuh, sakit sekali ya Nin. Sudah-sudah dulu nggak usah
diterusin dulu", katanya menghiburku.
"Nanti Mas Wira gimana kalau sakit terus", bisikku sambil memeluknya.
"Nanti, lama-lama kan nggak sakit. Sabar saja deh", hiburnya. Tapi aku yakin Mas
Wira pasti kagok malam itu.
Ceritanya malam pengantin kami tidak selesai. Mas Wira gagal memerawaniku. Kami
tidur karena memang capai dan mengantuk. Pagi-pagi bangun. Mas Wira berkata
"Nin, sarungku basah. Spermaku keluar sendiri semalam waktu kutidur." Nampaknya
karena sudah nafsu sekali, dan persetubuhan kami tidak selesai, spermanya yang
sudah siap muncrat akhirnya keluar sendiri waktu Mas Wira tidur. Kasihan Mas Wira.
Pagi itu setelah mandi, aku masuk ke kamarku. Kemaluanku masih agak panas
rasanya. Kulihat lubang vaginaku dengan cermin. Kulihat liangnya masih tampak
rapat, Kelentitnya juga nampak jelas dan agak kebiruan. Kasihan Mas Wira. Aku
berjanji malam nanti harus dapat diselesaikan.
Malamnya kami masuk kamar tidur sekitar pukul 21.00. Mas Wira langsung memeluk
dan menciumku. Aku sudah siap-siap, sehingga tidak pakai celana dalam dan BH.
"Mas, ayo kita selesaikan Mas!" kataku. Mas Wira juga hanya pakai sarung saja.
Dilepasnya sarungnya, dan dasterku disingkapkan ke atas sampai ke leherku,
sehingga buah dadaku juga terbuka. Mas Wira sudah akan naik di atasku.
"Mas.. penisnya dibasahi sampai kuyup semua yaa. Sampai belakang ke pangkalnya,
biar licin", kataku. Mas Wira diam saja, terus meludahi telapak tangannya dan
dioleskan ke penisnya. Benar juga, penisnya relatif mudah masuk walaupun terasa
mengganjel banget. Akhirnya masuk semuanya. Mas Wira mulai turun naik. Aku
mulai menikmatinya. Makin basah, makin licin, dan makin nikmat, makin nikmat,
makin nikmat. Mas Wira juga makin bersemangat mengocokku. Dia merangkulku,
menciumiku. Penisnya terasa keluar-masuk vaginaku yang sudah semakin licin.
Benar-benar penis itu rasanya nikmat sekali. Otot vaginaku makin berkontraksi
menjepit keras penis Mas Wira. Mas Wira makin cepat mencoblos vaginaku, dan
akhirnya dia menekan penisnya masuk dalam-dalam sampai habis ke pangkalnya.
Mas Wira. Memang haknya dia. Aku bahagia sekali, Mas Wira sudah bisa muncrat
spermanya di vaginaku. Malam itu aku belum benar-benar merasakan nikmatnya
bersetubuh. Tapi aku sudah punya keyakinan vaginaku sudah tidak akan sakit lagi.
Setelah malam itu, kami hampir setiap malam bersetubuh. Aku sudah bisa
merasakan orgasme beberapa kali sampai lemas. Aku tidak malu-malu lagi untuk
bergerak, menggeliat, mencengkeram, melenguh, merintih menikmati coblosan
suamiku. Mas Wira juga mengajariku beberapa variasi dalam berhubungan seks.
Tetapi sampai saat ini Mas Wira tidak mau aku mengulum penisnya. Katanya penis
itu tempatnya di vagina bukan di mulut. Dia kasihan kalau aku harus mengemot dan
mengulum penisnya. Rasanya dia kayak orang yang sewenang-wenang sama
istrinya. Demikian juga aku juga tidak tega kalau suamiku sampai mengulum dan
menjilati vagina dan clitorisku. Memang betul Mas Wira, vagina itu rumah penis,
kalau lidah ya di mulut.
Kehidupan seksual dengan suamiku baik-baik saja, sampai aku hamil. Pada saat
hamil kami tetap bersetubuh dengan teratur, walaupun dengan berhati-hati. Bahkan
malam sebelum anakku lahir, kami masih bersetubuh. Kata Mas Wira setelah hamil
tua, vaginaku menjadi semakin lebar dan licin, tetapi nikmat juga. Aku juga tetap
merasa nikmat. Aku melahirkan bayi laki-laki yang cakep banget dan sehat. Kata
Mas Wira anak ini pasti sehat karena setiap malam "disepuh" atau dilumuri sperma
ayahnya waktu di dalam kandungan. Terang saja, sampai hamil besarpun kami tetap
bersetubuh minimal dua kali seminggu.
Satu bulan lebih setelah melahirkan, Mas Wira sudah nggak tahan lagi. Tiap malam
penisnya tegang banget. Walaupun kupijit dan kukocok, tetapi spermanya bandel
nggak mau keluar-keluar juga. Lama-lama aku kasihan juga sama Mas Wira.
Nampaknya persediaan spermanya sudah penuh dan pengin muncrat keluar.
"Mas.. sekarang boleh dicoba yaa. Tapi pelan-pelan lho", ajakku suatu malam
setelah aku mengocok penisnya.
"Sudah berani Nin.. sudah sembuh." Aku mengangguk. Dasterku kusingkapkan ke
atas. Buah dadaku yang besar karena sedang menyusui, kelihatan putih
menggunung. Mas Wira membuka celana dalamku. Buah dadaku diciuminya dan
mengenyot pentilku pelan-pelan.
"Mas.... jangan kuat-kuat nanti air susunya keluar lho",
"Habis gede banget dan putih Nin. Aku gemes banget."
Kakiku aku kangkangkan, dan Mas Wira mulai naik ke atas tubuhku. vaginaku siap
dicoblos. Pelan-pelan kepala penisnya menempel ke lubangku, ditekan pelan, masuk,
masuk dan akhirnya masuk semuanya. Kami langsung menikmatinya. Karena sudah
satu bulan lebih tidak masuk ke vaginaku, waah Mas Wira langsung ngotot deh,
nafsu banget. "Mas.. alon-alon lho. Kok langsung ngotot siih." "Nin.. aku pengin
banget. Begitu masuk pelirku langsung nikmat banget. Aku pasti cepat keluar niih.
Nggak apa-apa ya Nin. Aduuh nikmat banget Nin", katanya dengan terus
mengocokku.
"Kalau sudah mau keluar langsung dicrootkan saja lho Mas. Nggak usah ditahan-
tahan. Aku juga sudah nikmat kok. Dicrotkan di luar saja lo Mas", kataku sambil
mengelus punggungnya. Mas Wira tidak menjawab, hanya terus menyetubuhiku
dengan penuh semangat.
"Nin aku mau keluar... mau keluaar. Aduuh keluar.. Nin." Mas Wira cepat mencabut
penisnya. Cepat kusambar dan kugenggam kuat-kuat. Spermanya muncrat-muncrat
di atas perutku. Mas Wira langsung lemas dan terguling di sampingku. Aku
membersihkan penis Mas Wira dan sperma yang berantakan di atas perutku.
"Enaak Mas.." bisikku sambil tersenyum.
"Aduuh nikmat banget Nin. Sudah ngampet sebulan. Sayang 10 menit sudah keluar
yaa... Kamu sudah puas belum Nin", katanya sambil memandangku.
"Nggak apa-apa Mas. Ini kan percobaan. Nanti dipuas-puasin deeh. Tadi aku agak
takut juga. Habis Mas langsung ngotot saja. Tapi ternyata lama-lama nikmat juga.
Besok lagi ya Mas." Kami tertawa, berciuman lagi. Mesra. Aku bahagia sekali.
Mungkin bagi sebagian pembaca menganggap hubungan suami-istri seperti kisahku
ini adalah hal yang sudah semestinya. Sehingga sensasinya tidak begitu mencekam
lagi, karena itu sudah hal yang biasa dan wajib dilakukan oleh sepasang suami istri.
Dan kami memang selama ini berhubungan badan secara normal-normal saja.
Konvensional dan tidak pernah aneh-aneh. Paling-paling Mas Wira masuk lewat
belakang dengan berbaring miring atau aku menungging.
Aku juga tidak senang berada di atas, karena aku malah capai dan masuknya terlalu
dalam. Aku lebih senang di bawah saja. Aku paling senang kalau kakiku kubuka
lebar-lebar, dan Mas Wira mencoblos vaginaku (vulva, red) dengan diputar-putar
disenggolkan klitorisku dan dinding kemaluanku. Tetapi kalau sudah mau keluar Mas
Wira minta kakiku dirapatkan. Aku kadang-kadang juga capai mengangkangkan
kakiku karena Mas Wira tidak keluar-keluar spermanya. Biasanya kakiku kurapatkan
dan Mas Wira pasti langsung tambah semangat. Katanya kalau kakiku dirapatkan
vaginaku akan menonjol ke atas dan rasanya pelir (penis, red) Mas Wira masuk
dalam banget, dan buah zakarnya menempel di pangkal pahaku. Katanya kalau
sudah nikmat sekali rasanya yang masuk tidak hanya penis Mas Wira saja, tetapi
seluruh badan dan jiwanya masuk ke vaginaku. Luar biasa. Tidak berapa lama kalau
sudah begitu Mas Wira tidak tahan lagi dan langsung menyemprotkan spermanya
dan langsung lemas.
Kami juga punya banyak koleksi film-film biru. Tetapi lama-kelamaan aku jadi biasa
dan tidak begitu bersemangat untuk nonton. Biasanya Mas Wira menonton di kamar
tidur kami, sambil tiduran di sampingku. Kalau ada pemain yang penisnya besar dan
panjang, biasanya Mas Wira memberi tahuku. Dan memang kulihat ada yang besar
sekali dan panjang sampai tidak kuat berdiri tegak, tetapi menggelantung di antara
pahanya. "Nin kalau lihat penis segede itu kamu pengin ngrasain nggak Nin. Aku jadi
minder lho kalau lihat yag segede itu", kata Mas Wira. "Nggak, aku nggak pengin.
Aku sudah puas dan cape melayanimu, Mas. Jangan kawatir deh. Aku sudah puas
sama yang ini", kataku sambil meremas penis Mas Wira. Sungguh aku tidak kepingin
dimasuki penis yang segede itu. Paling-paling malah sakit kegedean. Menurutku
punya Mas Wira sudah cukup besar dan panjang. Kami pernah mengukur,
panjangnya 15 cm.
Kalau diameternya aku belum pernah mengukur. Tetapi jelas bagiku penis Mas Wira
memuaskan vaginaku. Kepalanya licin, mengkilat dan agak lancip. Kepalanya dulu
agak kemerahan, tetapi makin lama kok makin gelap warnanya, agak kehitam-
hitaman. Aku senang sekali mengelus-elus kepala penis itu dan biasanya Mas Wira
mendesis-desis kegelian. Kalau sudah kepingin sekali dari lubangnya keluar sedikit
cairan yang bening dan agak lengket. Menurut pengalamanku selama ini aku tidak
mempedulikan besar kecilnya penis Mas Wira. Yang penting kami bersetubuh dengan
penuh nafsu. Sehingga apapun gerakan penisnya Mas Wira akan terasa nikmat sekali
di vaginaku. Yang penting penis harus tegang dan masuk sampai habis mepet ke
vaginaku. Aduh kalau sudah begitu aku marem banget deh. Kalau sudah mau keluar
Mas Wira akan mengocok semakin cepat dan kasar. Aku mengimbanginya dengan
merangkul dan mengantolkan kakiku di pantatnya Mas Wira.
Dulu waktu sebelum punya anak, kalau sudah mau ejakulasi penisnya dibenamkan
dalam-dalam ke vaginaku. Tetapi sekarang karena harus mengatur kelahiran, kalau
mau keluar, cepat-cepat penisnya dicabut dari vaginaku, cepat kupegang dan
dikocok-kocok sedikit dan spermanya langsung muncrat di atas perutku dan dadaku.
Pernah juga menyemprot ke mukaku, karena penisnya waktu itu menghadap ke
atas. Akhirnya kami sepakat kalau keluar penisnya tidak usah kupegang, tetapi
langsung ditekankan di pangkal pahaku di samping vaginaku. Mas Wira boleh
menekan kuat-kuat di lipatan pangkal pahaku itu, karena aku tidak sakit. Tetapi
kalau ditekankan di atas vaginaku, rasanya sakit tertekan penisnya yang keras
kayak kayu itu.
Akhirnya spermanya menyemprot di pangkal pahaku, membasahi rambut
kemaluanku, dan kadang-kadang menyemprot jauh ke atas sprei. Kata Mas Wira
kalau ejakulasi penisnya harus tertekan. Kalau penisnya tertekan, ototnya akan
berkontraksi waktu mau ejakulasi. Katanya rasanya luar biasa. Pernah dicoba waktu
ejakulasi dibiarkan saja, kata Mas Wira, spermanya hanya menyemprot saja tidak
disertai kenikmatan seperti dipegang dan dikocok. Tahu-tahu cuma lemas doang.
Kalau dikeluarkan di dalam vaginaku, yang membuat nikmat karena dibenamkan
dalam-dalam, sampai bulu kemaluan kami menyatu. Kadang-kadang aku
merindukan untuk disemprot sperma Mas Wira. Aku kangen dengan sperma Mas
Wira yang membuat lubangku basah dan licin. Aduh rasanya marem banget deh.
Sekarang kami bisa begitu hanya pada waktu sehabis mens saja. Begitu paginya
selesai mens, malamnya aku pasti minta, "Mas, ayo aku dipejuhi."
Kami juga pernah pakai kondom. Tetapi kami tidak merasa nyaman. Rasanya
lubangku hanya kemasukan benda mati saja. Demikian juga Mas Wira, katanya dia
merasa tidak alami. Dia bisa ejakulasi karena selalu ditekankan dalam-dalam.
Kenikmatan kepala penisnya jadi hilang. Biasanya lama sekali, sampai capai,
spermanya tidak keluar-keluar. Sekarang kami tidak pernah pakai lagi. Mas Wira
juga kreatif dalam berhubungan seks. Kami biasa main di kursi tamu, di dapur, di
kamar mandi dan bahkan di depan jendela yang terbuka di lantai dua. Kalau di kursi,
aku duduk bersandar di kursi dan membuka kakiku lebar-lebar. Mas Wira
memasukkan penisnya dari depan dan tangannya bertahan pada sandaran kursi. Aku
senang dengan posisi ini, karena aku tidak ditindih oleh Mas Wira yang beratnya 69
kg. Penisnya juga bisa masuk dalam sekali.
Pernah juga kami main di dapur. Mula-mula Mas Wira merangkul dari belakang
mempermainkan buah dadaku waktu aku sedang membuat teh. Kami jadi nafsu
sekali, dan aku duduk di meja dapur. Mas Wira memasukkan dari depan sambil
berdiri. Kami dapat melihat penis Mas Wira keluar masuk vaginaku. Atau aku
membelakangi berpegangan meja dapur. Mas Wira masuk melalui belakang. Aku
tidak begitu suka dengan posisi ini, karena penisnya akan masuk terlalu dalam.
Kalau sudah selesai, kami harus mengepel lantai, karena spermanya muncrat-
muncrat di lantai dapur. Kalau di depan jendela (di lantai 2), mula-mula kami hanya
main-main bersenda gurau. Sampai saling memegang dan meraba. Akhirnya kami
jadi nafsu banget. Aku dicoblos dari belakang, dan aku berpegangan pada jendela.
Enak juga lho.
Kalau di kamar mandi sih sering sekali. Tetapi aku pasti kebagian untuk memegang
dan mengocok penis Mas Wira kalau sudah mau keluar. Setelah itu kami saling
mencuci. Penisnya bagianku dan vaginaku bagian Mas Wira. Asyik juga lho. Mas
Wira-ku ini memang kreatif. Pagi-pagi kami berdua saja. Anak kami sedang berada
di rumah neneknya. Mas Wira sudah siap mau berangkat. Dia mendadak
menciumku. Kok tumben batinku. Ciumannya agak lama. Akhirnya kami kepingin
banget. Mas Wira membuka lagi pakaiannya yang sudah rapi. Kami bersetubuh
cukup lama. Bebas betul. Tidak ada orang lain. Kami saling menggeram dan
merintih. Setelah selesai kami mandi bareng. Pernah juga Mas Wira sekitar pukul
09.00 sudah pulang. Kupikir akan mengambil sesuatu. Tetapi tahu-tahu dia berkata
"Nin aku pengin banget. Makanya aku pulang Ayo dong Nin." Aku melongo dan
akhirnya tertawa. Oh ala Mas.. Mas, kok kebangeten teman sih. Aku layani Mas Wira
pagi itu sampai puas. Kami beberapa kali mengulanginya lagi. Kadang-kadang aku
mengharapkan Mas Wira pulang hanya untuk menyetubuhiku. Asyik juga lho. silakan
coba deh.
Dalam hal seks sebenarnya aku sudah puas sekali dipenuhi oleh Mas Wira. Aku
punya keponakan, yaitu anak dari kakaknya Mas Wira yang tinggal dalam satu
komplek dengan kami. Keponakan kami itu masih kuliah. Suatu hari Mas Wira
sedang tidak ada di rumah karena ada tugas ke luar kota selama seminggu dan
anakku juga sedang ada di rumah neneknya. Kira-kira pukul 19.00 keponakan Mas
Wira itu, Denny namanya, datang ke rumahku. Aku agak nggak enak juga, malam-
malam aku sedang sendirian kok dia datang ke rumahku. Nampaknya Denny tahu
bahwa aku sedang sendirian. Mula-mula dia bilang mau cari obat flu, tetapi setelah
kuberi, dia tidak segera pulang juga. Pembaca harap ketahui bahwa keluarga Mas
Wira itu orangnya memang cakep-cakep. Yang perempuan cantik-cantik. Denny ini
tidak kalah dengan Mas Wira. Orangnya tinggi semampai dan kuning. Wajahnya
tidak ganteng tetapi cantik seperti wanita. Orangnya nampak lebih romantis
daripada Mas Wira. Kami duduk di ruang tamu. Aku pamit ke dapur untuk membuat
minum, Aku sedang menyeduh teh, ketika Denny tiba-tiba sudah di belakangku.
Sebelum kusadar apa yang terjadi, Denny sudah mendekapku dari belakang.
"Denny, jangan.. jangan, nggak boleh.." kataku sambil berusaha melepaskan diri.
"Mbaak.. Mbaak Nina", bisiknya sambil menciumi leherku dan telingaku.
"Mbaak aku kangen banget sama Mbaak. Kasihanilah aku Mbaak. Aku kangen
banget", bisiknya sambil terus mendekapku erat-erat.
"Ingat Denny aku tantemu lhoo. istri Oommu .. ini nggak boleh.." kataku sambil
meronta-ronta.
"Aduhh. Mbaak jangan marah yaa. Aku nggak kuaat", bisiknya penuh nafsu.
Tangannya meremas buah dadaku, menciumi leher dan belakang telingaku. Tangan
kirinya merangkulku dan tangan kanannya tahu-tahu sudah meraba vaginaku. Aduh,
gilaa, malah bangkit nafsuku. Kalau tadi aku meronta, sekarang aku malah diam,
pasrah, menikmati remasan di vaginaku. Aku dibaliknya menjadi berhadapan, aku
didekapnya, dan diciumi wajahku. Dan akhirnya bibirku dikemotnya habis-habisan.
Lidahnya masuk ke mulutku, dan aku tidak terasa lagi lidahku juga masuk ke
mulutnya. Denny ini menurutku saat itu agak kasar tetapi benar-benar romantis, aku
benar-benar terhanyut. Sensasinya luar biasa.
Mungkin orang diperkosa itu kalau situasinya memungkinkan malah menjadi nikmat
untuk dinikmati. Aku membalas pelukannya, membalas ciumannya. Kami semakin
liar. Tangan Denny menyingkap dasterku dan merogoh ke dalam celana dalamku.
vaginaku didekapnya dan dipijat-pijatnya, diremasnya, dimainkannya jarinya di
belahan vaginaku dan menyentuh clitorisku. Kami tetap berdiri, aku didorongnya
mepet menyandar ke tembok. Celana dalamku dipelorotkan di pahaku, sementara
dia membuka celana dan memelorotkan celana dalamnya. Penisnya sudah tegang
banget mencuat ke atas. Tangan kananku dibimbingnya untuk memegangnya.
Aduuh besar sekali, lebih besar daripada punya Mas Wira. Secara reflek penisnya
kupijat dan meremas-remas dengan gemas. Denny semakin menekan penisnya ke
vaginaku. Aku paskan di lubangku, dan akhirnya masuk, masuk semuanya ke dalam
vaginaku. Denny dengan sangat bernafsu mengocok penisnya keluar masuk. Benar-
benar kasar gerakannya, tetapi gila aku sungguh menikmatinya. Penisnya terasa
mengganjal dan nikmat banget. Aku pegang bokongnya dan kutekan-tekankan
mepet ke pangkal pahaku, agar mencoblos lebih dalam lagi.
"Mbaak aku nggaakkk taahaan lagiii..." keluhnya.
"Di luar saja, di luar saja yaa..." bisikku dengan nafas memburu.
"Oooh... Mbaakkk..", cepat kudorong pinggulnya ke belakang, sehingga penisnya
terlepas dari vaginaku. Tangan Denny segera menggenggam penisnya dan
spermanya muncrat mengenai perut, dasterku dan sebagian tumpah di lantai dapur.
Kami berpelukan lagi sambil mengatur napas kami. Ya ampun, aku disetubuhi Denny
dengan berdiri, dipepetkan ke tembok. Gila, aku malah menikmatinya, aku orgasme,
walaupun hanya dilakukan tidak lebih dari 10 menit saja.
Setelah selesai aku dan Denny cepat-cepat membersihkan diri si kamar mandi.
Setelah itu kami duduk berdua di sofa. Sambil berpelukan.
"Denny, aku masih deg-degan dan gemeteran lho..", kataku.
"Aku sayang sama Mbak Nina", kata Denny.
"Kamu luar biasa deh Den. Your "little one" keras banget. Nggak little kok tapi BIG",
kataku sambil tersenyum.
Denny juga tersenyum, sambil membelai rambutku.
"Punyaku longgar ya Den? Mas Wira suka bilang gitu. Khan udah buat lewat Andy
anakku", tanyaku.
"Enggak kok Mbak, punya Mbak Nina masih oke banget, pasti Oom Wira cuma
bercanda", kata Denny.
Kami berdua tersenyum dan mempererat pelukan kami.
Setelah Denny pulang aku jadi ketakutan setengah mati. Jangan-jangan ada orang
yang tahu. Aduh bisa geger komplek ini. Malam itu aku langsung mandi keramas.
Setelah mandi, sambil menonton TV di kamarku aku berpikir macam-macam. Aku
telah selingkuh, apa aku ini diperkosa. Diperkosa? Aku justru menikmatinya. Denny
itu kurang ajar dan kasar. Tapi penisnya gede banget dan nikmat banget. Mengapa
Denny kurang ajar kepadaku? Dan pasti dia sudah menaksirku sejak lama. Kalau
nafsunya naik ke kepala, mengapa dilampiaskan kepadaku? Tetapi mengapa aku
juga menikmatinya? Aku ketiduran sampai pagi.
Perselingkuhanku dengan Denny berulang beberapa kali, selalu saat Mas Wira ke
luar kota. Kami melakukan di kamar tidurku atau di sofa ruang tamuku. Aku seperti
punya simpanan laki-laki, dan aku benar-benar menikmati persetubuhan colongan
itu. Karena dilakukan dengan takut-takut ketahuan orang, akhirnya selalu terburu-
buru, tetapi sensasinya luar biasa. Memabokkan, dan membuatku kecanduan.
Hubunganku dengan Denny berakhir, setelah dia selesai kuliahnya dan mendapat
pekerjaan di kota lain. Sebelum dia pergi, aku sengaja menghindar untuk tidak
menemuinya. Waktu dia pamit ke rumahku, aku pergi lewat pintu belakang pura-
pura tidak tahu. Dia ditemui Mas Wira saja. Aku akan melupakannya. Harus
melupakannya. Aku wajib menjaga keutuhan rumah tanggaku yang telah aku bina
bertahun-tahun. Akhirnya aku melupakannya. Sekarang hanya penis Mas Wira yang
memasuki vaginaku.
Pengalaman Paling Mengasyikkan
Aku sekedar ingin berbagi pengalaman ketika aku making love dengan temanku
bernama Reni. Ia adalah teman kuliahku yang berkulit putih mulus serta sexy sekali.
Sebenarnya sudah cukup lama aku sangat tertarik dengan bodynya.Kalau melihat
dia, aku sering bayangkan betapa asyiknya jika making love dengannya.
Suatu ketika aku berkunjung ke rumahnya, kebetulan saat itu rumahnya sedang
kosong. Ketika aku diajak masuk, aku nggak ngira kalau dia lagi nyetel VCD. Aku
kemudian diajak nonton bareng. Ternyata disetel adalah film BF. Kulihat dia cukup
menikmati tontonan tersebut. Beberapa saat kemudian secara nggak sadar ia
mengelus elus pahaku dan terus naik ke barangku yang sudah tegang lihat adegan
di TV. Ia terus mengelus elus barangku.
Akhirnya aku jadi nggak sabar, kupelorotkan aja celanaku. Ia tampak girang melihat
barang ku yang sudah berdiri tegak dengan gagah. Ia Tampak bernafsu dan
langsung mengelus-elus barangku, serta menciumi kemaluanku.
Aku jadi tambah nggak sabar, langsung saja kujejalkan kemaluanku kemulutnya.
Ternyata ia menyambutnya dan dengan canggih sekali ia mainkan barangku di
mulutnya. Aku benar-benar nggak ngira kalau dia ahli sekali melakukan oral sex dan
kuakui bahwa permainan mulutnya cukup hebat. Ia demikian ahli mengombinasikan
antara hisapan, gigitan serta jilatan.
Aku merasakan sangat kenikmatana yang luar biasa. Dan ia tampaknya semakin
bersemangat ketika aku juga merespon dengan mengenjot kemaluanku di mulutnya.
Bahkan ketika aku mencoba untuk mencabutnya, ia berusaha mencegahnya,
sehingga kemaluanku tidak bisa lepas dari mulutnya. Bukan hanya batang
kemaluanku saja yang dimainin. Bijikupun kadang-kadang dikulum-kulum sambil
sesekali digigit-gigit.
Akh..... luar biasa sekali. Sambil menggigit bijiku, batang kemaluanku dileus-elus
serta diremas-remas. Dan ketika aku sudah nggak tahan lagi, tampaknya ia tahu
dan langsung batang kemaluanku kembali dimasukkan ke mulutnya dan
memperhebat kuluman serta sedotannya.
Akhirnya aku benar-benar nggak tahan dan bermasuk mencabut dari mulutnya. Tapi
rupanya ia nggak rela kemaluanku keluar dari mulutnya, sehingga spermaku keluar
di mulutnya. Ahhh....benar-benar kurasa nikmat ketika spermaku tertumpah keluar.
Ia tampak gembira sekali dengan keluarnya spermaku. Ia sedot semua spermaku
seakan-akan nggak rela spermaku tertumpah denga percuma. Namun karena aku
mengeluarkan sperma cukup banyak sehingga sebagian keluar menetes dimulutnya.
Reni mengusap spermaku yang keluar dari mulutnya dengan tangannya, kemudian
menjilati tangannya yang belepotan spermaku. "Ah... San punyamu enak sekali".
Rupanya Reni belum puas dengan permainan awal tersebut. Ia kembali menjilati
kemaluanku, sehingga dalam waktu singkat kemaluanku kembali tegang. Ia tampak
gembira sekali. Namun untuk kali ini aku juga ingin merasakan vaginanya. Langsung
aja aku telanjangi dia, sehingga tubuhnya yang mulus terpampang di depanku. Aku
terkagum dengan bodynya yang aduhai. Payudaranya cukup besar dan kencang,
sedangkan bulu-bulu kemaluannya cukup lebat menutupi vaginanya. Langsung aku
buka lebar-lebar kedua pahanya, dan aku tancapkan kemaluanku.
.......AHHH..........."ia menjerit kecil ketika kemaluan menancap sebagian. Aku masih
nggak puas karena baru sebagian yang masuk, sehingga aku tancapkan lebih dalam
lagi. Reni benar-benar kelojotan ketika kemaluanku mulai merojok-rojok
kemaluannya dengan dengan hebat. Ia berusaha mengimbangi dengan goyang-
goyangnya yang menurutku luar biasa sekali, sehingga aku merasa kan seakan-akan
kemaluanku diplintir-plintir.
"........ah.....ah.....ah......" Ia terus mengerang-ngerang ketika genjotan kemaluanku
semakin kuperhebat, hingga tiba-tiba ia menggerang dengan hebat, dan kemudian
lemas, dan tampak kelelahan. Aku tahu ia sudah orgasme. Tapi aku nggak perduli.
Bahkan aku memperhebat genjotanku. Dan ketika aku sudah mulai merasakan akan
keluar, segera kucabut kemaluanku dan kembali kujejalkan ke mulutnya. Reni
tampak senang sekali, ketika untuk kedua kalinya spermaku tertumpah dimulutnya.
Dan untuk kedua kalinya pula ia hisap habis spermaku.
>>>>>>>>>>TAMAT<<<<<<<<<<
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar