TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, 83 tahun yang lalu, pemuda-pemuda bangsa ini bersatu dan mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Bertumpah darah satu, berbangsa satu dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Mungkin banyak orang tak mengenal nama almarhumah Sofie Kornelia Pandean. Padahal, Sofie adalah perempuan Minahasa yang membacakan naskah Sumpah Pemuda 1928 di Sulawesi Utara tepatnya di depan Gedung Gemeente Bioscoop Manado--sekarang Bioskop Presiden Pasar 45.
Meity Pandean, putri Sofie Kornelia Pandean saat ditemui Tribun Manado di rumahnya, Kamis (27/10/2011) menuturkan, ibunya mulai berani ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Utara sejak berumur 17 tahun.
Pada tahun 1928, Sofie yang kemudian dikenal dengan nama SK Pandean menjadi panitia persiapan Sumpah Pemuda. Saat itu, masyarakat dan pemuda Manado banyak berkumpul di depan Gedung Gemeente Bioscoop.
"Saat itu ada empat orang yang maju. Ibu saya menjadi satu-satunya perempuan. Saat itu, tiga orang itu tak ada yang berani membacakan nashkah karena tentara Belanda berjaga-jaga. Namun Ibu saya berani membacakan naskah Sumpah Pemuda itu," kata Meity.
Setelah membacakan naskah tersebut, SK Pandean bersama tiga temannya langsung ditahan pihak koloni Belanda dan dimasukkan kedalam penjara. Saat itu, paman SK Pandean yang merupakan jaksa berusaha membebaskan perempuan kelahiran Paniki Bawah 28 Agustus 1911 tersebut.
"Tapi Ibu saya tak mau keluar. Ia bilang, sahabatnya juga harus dibebaskan. Setelah semua sahabatnya dibebaskan, barulah ibu saya ikut keluar dari tahanan itu," ujarnya.
Setelah kejadian tersebut, Menurut Meity, almarhumah tak tinggal diam. Pada umur 21, tepatnya sekitar tahun 1932, SK Pandean berangkat menuju ke tanah Jawa Tengah.
Di sana wanita tersebut masuk dalam Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), dan tinggal dengan Mandagi yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Pengadilan Semarang.
"Di sana ia banyak membantu pergerakan perjuangan di bawah tangan, dan masuk dalam perjuangan bambu runcing dan juga di PMI," ucap Meity.
Tahun 1935, setelah pemberontakan Permesta, SK Pandean pulang ke Manado bersama suaminya Frans Rudolf Oey, yang merupakan keturunan Tionghoa. Di Manado, ia dipercaya sebagai penasihat para Gubernur Sulut.
Tepatnya tanggal 6 Januari 1997, wanita yang telah berjasa tersebut menghembsukan napas terakhirnya di usia 85 tahun. SK Pandean dimakamkan di samping rumahnya di Jalan AA Maramis Nomor 179. Menurut Meity, ibunya memang ingin dimakamkan di samping rumah.
Semasa hidup, SK Pandean pernah menjabat Letnan BKR Kompi V, Batalyon 15 Resimen I, Magelang, Jateng. Kemudian Pimpinan Wanita KRIS, ditugaskan untuk menjenguk Presiden RI, Ir Soekarno dan HA Salim ketika dibuang ke Bangka tahun 1949. Tahun 1958, ia dianuhgerahi Satya Lencana Aksi Militer kedua oleh Menteri Pertahanan Juanda.
"Dan tahun 1959 dianugerahi Tanda Jasa Pahlawan (Gerilya) oleh Presiden Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI, Soekarno. Selanjutnya pada 1966, dianugerahi Bintang Gerilya oleh Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto pada 29 Agustus 1966," ujarnya.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar